Alkisah
pada jaman dahulu kala ada sebuah kerajaan di jawa barat yang dipimpin
oleh seorang raja. Raja memiliki seorang putri yang sangat cantik yang
bernama Dayang Sumbi. Dayang Sumbi sangat pandai menenun, setiap hari
dia akan menghabiskan waktu dengan menenun kain di sebuah pondok di
pinggir hutan. Suatu hari, seperti biasa ketika Dayang sumbi sedang
menenun kain, tiba-tiba segulung benang terjatuh dan berguling ke luar
pondok. Tanpa sadar Dayang Sumbi berkata:
"Siapa
pun yang mau mengambilkan benangku yang terjatuh, jika dia wanita akan
kujadikan saudara, jika dia pria akan kujadikan dia suamiku."
Seekor
anjing hitam tiba-tiba muncul di hadapannya dengan membawa gulungan
benang miliknya. Dayang sumbi terkejut, namun apa mau dikata, Dayang
sumbi telah terlanjur berucap. Maka Dayang sumbi pun bersedia menikahi
anjing tersebut. Ternyata anjing tersebut adalah titisan dewa. Begitu
Dayang sumbi bersedia menikahinya, dia pun berubah wujud menjadi seorang
pria yang sangat tampan. Mereka berdua merahasiakan kejadian ini pada
baginda raja. Raja hanya tahu bahwa kemana pun Dayang sumbi pergi akan
ditemani oleh seekor anjing hitam yang dipanggil Tumang.
Hingga
suatu hari Dayang sumbi mengandung. Hal ini membuat istana geger dan
membuat raja murka. Beliau murka karena Dayang sumbi hamil tanpa
menikah. Karena sangat marah, raja lalu mengusir Dayang sumbi keluar
dari istana. Maka Dayang sumbi dan si Tumang pun pergi dari istana dan
tinggal di sebuah pondok di tepi hutan. Beberapa bulan kemudian Dayang
Sumbi melahirkan seorang putra yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang
tumbuh menjadi anak yang pandai. Setiap hari Sangkuriang pergi berburu
Rusa atau burung dan menangkap ikan di sungai bersama Tumang.
Suatu
ketika saat berburu, Sangkuriang melihat seekor kijang emas. Dia
menyuruh Tumang mengejarnya. Anehnya Tumang yang biasanya menurut, kali
ini tidak mau bergerak dari tempatnya meski Sangkuriang mengancamnya.
Tak sengaja anak panah yang dipakai untuk mengancam Tumang terlepas dari
busurnya dan mengenai Tumang hingga anjing itu tewas. Ketika sampai di
pondok, Dayang sumbi yang sedang menanak nasi menanyakan keberadaan
Tumang.
"Saya membunuhnya bu," kata Sangkuriang.
Dayang sumbi
sangat terkejut dan marah sehingga memukul kepala Sangkuriang dengan
sendok nasi yang sedang dipegangnya hingga berdarah. Sangkuriang
berulang kali memohon ampun, namun Dayang sumbi malah mengusirnya.
Sangkuriang pun pergi meninggalkan Dayang sumbi. Setelah sekian lama
berjalan, Sangkuriang tak bisa lagi menahan rasa sakit di kepalanya,
maka ia pun jatuh pingsan. Seorang pertapa menemukan Sangkuriang dan
membawanya ke pertapaan. Dia merawat Sangkuriang sampai lukanya sembuh
dan megajarinya ilmu bela diri dan kesaktian. Karena ketekunannya
Sangkuriang berhasil menjadi seorang yang sakti dan bisa memanggil serta
memerintah jin dan dedemit. Sayang, sangkuriang tidak bisa mengingat
masa lalunya. Maka pertapa memanggilnya Jaka.
Sementara itu
Dayang Sumbi menyesal telah mengusir Sangkuriang. Maka dia memohon
kepada Dewa untuk mempertemukan mereka kembali. Dayang sumbi berdoa
siang dan malam, hingga suatu hari Dewa berkenan mengabulkan
permintaannya.
"Aku akan memberimu kecantikan abadi," kata Dewa,
"supaya wajahmu tidak berubah sampai kapanpun, dan anakmu akan
mengenalimu saat kalian berjumpa."
Setelah bertahun-tahun
lamanya, Jaka berniat untuk mengembara dan mencari tahu masa lalunya.
Maka pergilah ia kemana kakinya melangkah. Hingga akhirnya tibalah ia di
sebuah pondok di tepi hutan. Di sana dia bertemu dengan seorang wanita
yang sangat cantik dan Jaka terpesona. Ternyata wanita itu adalah Dayang
Sumbi. Mereka pun berkenalan dan saling jatuh cinta.
Suatu hari Jaka hendak pergi berburu.
"Nyai, hari ini akang akan pergi berburu," kata Jaka. "Maukah kau mengikatkan ikat kepalaku?"
"Baiklah kang," kata Dayang Sumbi.
Maka
jaka merendahkan tubuhnya supaya Dayang sumbi bisa mengikatkan ikat
kepalanya. Tiba-tiba Dayang sumbi melihat bekas luka di kepala Jaka. Dia
sangat kaget karena luka itu persis berada di tempat dia pernah memukul
anaknya. Dayang sumbi mulai curiga bahwa Jaka tidak lain adalah
Sangkuriang anaknya sendiri. Apalagi setelah diperhatikan Jaka sangat
mirip dengan wajahnya sendiri. Maka Dayang Sumbi pun bertanya:
"Kenapa ada bekas luka di kepalamu, kang?"
"Akang
juga tidak tahu," kata Jaka. "Seingatku luka itu sudah ada sejak akang
masih kecil. Akang memang tidak ingat masa lalu akang. Guruku berkata
bahwa dia menemukanku sedang pingsan dan terluka parah."
Mendengar
hal itu Dayang sumbi semakin yakin bahwa Jaka adalah Sangkuriang. Maka
ia pun berusaha meyakinkan Sangkuriang. Namun Sangkuriang tidak percaya.
Menurutnya tidak mungkin wanita muda di hadapannya adalah ibunya yang
sudah berpisah sekian lama. Karena Sangkuriang tetap tidak percaya dan
dia tetap ingin menikahi Dayang Sumbi, maka Dayang Sumbi mengajukan
persyaratan.
"Apapun persyaratannya aku pasti akan sanggup memenuhinya," kata Sangkuriang.
"Kau harus bisa membuatkanku sebuah danau dan sebuah perahu tempat kita berbulan madu nanti," kata Dayang Sumbi.
"Hanya itu?" tanya Sangkuriang. "Gampang sekali."
"Ya,
tapi sebelum fajar menyingsing kau harus sudah menyelesaikannya," jelas
Dayang Sumbi. "Baiklah!" kata Sangkuriang. "Kau akan melihatnya besok
pagi."
Malam harinya Sangkuriang memanggil Jin dan dedemit untuk
membantunya. Tidak sulit bagi para makhluk gaib itu untuk
melaksanakannya. Mereka dengan mudah menggali tanah dan menyusun
batu-batu besar untuk membendung aliran air sehingga terbentuk sebuah
danau. Lalu mereka mulai menebang hutan dan membuat perahu. Dayang Sumbi
yang diam-diam mengintip pekerjaan Sangkuriang merasa was-was melihat
sebentar lagi danau dan perahu tersebut akan selesai. Maka dia berlari
ke desa terdekat untuk meminta pertolongan. Kemudian Dayang sumbi dan
masyarakat di desa tersebut menggelar kain sutera merah di sebelah timur
dan ramai bercengkrama sehingga membangunkan ayam-ayam yang lalu mulai
berkokok seolah-olah hari telah pagi. Para Jin dan Dedemit yang melihat
warna merah dan suara ayam berkokok mengira bahwa fajar akan segera
terbit. Mereka ketakutan sehingga cepat-cepat melarikan diri
meninggalkan perahu yang hampir jadi.
Sangkuriang sangat marah
mengetahui dirinya telah tertipu. Maka dengan kekuatannya dia menendang
perahu yang dibuatnya hingga perahu itu terbang dan jatuh terbalik.
Sejak itu perahu itu berubah menjadi gunung yang sampai sekarang dikenal
dengan Gunung Tangkuban Perahu. (Dalam bahasa Sunda Tangkuban Perahu
artinya Perahu yang terbalik.
Wajan Bolik
-
[image: 300px-Ukuran-wajanbolic-e-goen]
Artikel Ini sebetulnya sudah banyak yang Telah mengupas, mengulas dan
meng-copas, termasuk teman saya mantan dedengk...
0 comments:
Post a Comment